TARGET
Ya .. memang target lah yang dipandang sebagai momok sehingga seorang penjual handal sekalipun kadang putus asa sebelum berjuang. Masalah target memang tak pernah ada hentinya menjadi perbincangan. Dari aspek makro, jelas bahwa sebuah bisnis akan berkembang bila pangsa pasarnya atau penjualannya meningkat. Untuk itulah setiap perusahaan selalu berupaya menggenjot agar penjaualannya meningkat.
Demikian halnya yang dialami Wati (bukan nama sebenarnya) yang kemarin menemui saya minta untuk di coaching. Ia sudah beberapa bulan menjabat sebagai AO (Account Officer) sebuah bank nasional yang besar. Sebagai fresh graduate dia merasa bahwa hidup ini tak adail karena teman senagkatannya saat kuliah saat ini ditugaskan di bank yang sama, namun di kantor pusat sehingga tak ada beban penjualan; tak ada target yang harus dicapai. Sedangkan dirinya sebagai AO sudah dipatok harus mencapai target 65 Milyar tahun ini. Ini sungguh angka yang menurutnya fantastis dan sulit mencapainya. Untuk itu dia perlu coaching untuk pada akhirnya mampu mencapai target.
Dalam proses diskusi santai dua arah tersebut saya lebih banyak bertanya dan ia bercerita panjang lebar. Tugas saya selama dia bercerita ada tiga hal:listen, observe, dan probe (LOP). Dari ketiga kegiatan ini saya akhirnya menemukan jawaban mengapa ia menjadi stres dengan pekerjannya yaitu adanya ancaman dari Pimpinan (kepala cabang) bahwa bila ia tak bisa mencapai target maka ia akan dipindahkan ke cabang di daerah terpencil. Semkin intensif kami berdialog empat mata akhirnya saya sampai pada kesimpulan bahwa dia menjadi gerah dengan pekerjaannya dan sangat tak menikmati hari-harinya karena ada sebuah ‘keyakinan’ bahwa ia tak bisa memenuhi target.
Karena saya memposisikan diri sebagai coach, bukan atasan dia, maka saya mulai mendiskusikan hal-hal yang menjadi kesukaannya dalam bekerja. Ternyata ia menyukai berinteraksi dengan orang lain. Dari situ saya kemudian memfasilitasi dialog sehingga dicapai kesepakatan antara saya sebagai coach dan dia sebagai coachee bahwa:
- Perlu memahami dan menghayati bahwa yang perlu dicapai adalah “hasil” BUKAN target. Setiap hari harus diupayakan kegiatan-kegiatan yang menjurus kepada hasil nyata. Hasil tersebut tak harus berupa ‘closing the deal‘ dalam hal penjualan, tapi bisa saja mendapatkan janji ketemu, memperoleh kesempatan menindak-lanjuti pertemuan dengan calon nasabah, dan sebagainya.
- Sebuah hasil hanya bisa dicapai bila ada kecocokan antara kedua belah pihak: calon nasabah menyukai rekomendasi kita dan kita (AO) siap membantunya. Artinya, dalam keseharian musti diupayakan agar seorang AO bisa diterima oleh calon nasabah sebelum akhirnya penerimaan tersebut berlanjut dengan terjadinya transaksi bisnis. AO harus fokus kepada identifikasi kebutuhan perbankan dari calon nasabah. Dengan kepedulian seperti ini diharapkan berbuntut kepada transaksi bisnis.
Dua hal tersebut sepenuhnya bisa dikendalikan oleh AO. Bila secara konsisten dipaktekkan, pasti akan membuahkan hasil yang akhirnya bisa diukur terhadap target yang ditetapkan. Kalau yang dipikirkan hanya target saja, akhirnya seorang AO akan terbelenggu dengan angka fantastis yang justru membuatnya tak termotivasi lagi karena adanya keyakinan tak bisa mencapainya.
sulit dong ya menjadi seorang AO??
klo memang di pindahkan ke tmpt terpencil lebih baik keluar dari pekerjaan itu.. dari pd qta stress sendiri..
trus klo qta ga mencapai target yg di tentukan itu gimana??
potong gaji atau apa??
mhon pencerahannya..
ada penalti gak tu?
menjadi seorang AO tidaklah sulit.smua karna kebiasaan aja.yg dibutuhkan semangat kerja dan menjalankan disiplin sales proses dgn benar.maka yakin, AO tersebut akan cepat promosi untuk menduduki posisi yg lebih tinggi.bravo AO , tetap sangattt…
pengen tau hambatan-hambatanya dalam menyalurkn pmbiayaan ap aj gto”?
Stres jadi OA itu… tapi bawa enjoy saja . jagan di jadikan beban dalam pikiran