Buku ini bisa dibilang sudah kuno karena sudah sebelas tahun lalu diterbitkan. Namun kandungan yang ada di dalamnya sering membuat saya terhenyak dan seolah merupakan suatu validasi terhadap apa yang saya lakukan sebagai seorang konsultan dan advisor dalam pekerjaan saya sehari-hari. Untuk hal tersebut saya memang harus angkat jempol dua buat David Maister yang sudah cukup lama juga saya kenal melalui bukunya yang lain bertajuk ‘Managing Professional Service Firms’. ‘The Trusted Advisor’ dulu sering saya lihat dipajang di beberapa toko buku di Jakarta namun karena saya sudah merasa cukup memiliki ‘Managing Professional Service Firms’ saya tak merasa perlu membeli buku ini. Namun, saat saya mengikuti sertifikasi menjadi Professional Coach oleh Corporate Coaching International pada tahun 2008 yang lalu, Dr Lois P Frankel sang instruktur membahas buku ini. Yang membuat saya semakin perlu memiliki buku ini adalah statement dia “There is nothing so specific about coaching that you need to learn from theory. But, there is an excellent book titled as ‘The Trusted Advisor’ that you definitely need to read.’ Whoooaaa….. saya semakin penasaran isinya apa, meski Lois membahas secara garis besar.
Akhirnya saya membeli buku ini via amazon karena sudah tak ada di Jakarta lagi. Satu hal yang saya suka dari buku ini adalah dimulai dengan penuturan yang lugas tak bertele-tele dari Maister tentang ketrampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang Trusted Advisor: 1. mengupayakan kepercayaan (earning trust), 2. memberikan advis (nasehat) secara efektif (giving advice effectively), dan 3. membangun hubungan (building relationships). Dengan ketrampilan dasar ini saja saya sudah tertegun karena memang ini merupakan pondasi yang sangat penting bila kita ingin sukses sebagai seorang advisor maupun konsultan. Selain itu, saya paling suka menyampaikan sesuatu dalam bingkai tiga hal saja karena mudah diingat dan memaksa kita berpikir yang benar-benar pokok saja. Salut buat pak Maister!
Tulisan ini memang bukan saya tujukan sebagai resensi atas buku Maisetr yang bagus ini tapi lebih kepada refleksi terhadap apa yang selama ini saya lakukan dalam bingkai pemikiran Maister. Bila saya telaah lebih dalam, ketrampilan pertama yang harus dimiliki seorang advisor atau konsultan adalah mengupayakan kepercayaan. Kita semua paham bahwa yang namanya trust atau kepercayaan itu tak serta merta datang dari langit namun harus diupayakan secara sistematis sehingga kita mendapatkannya. Dalam konteks ini selalu ada dua pihak yaitu diri kita sebagai advisor dan pihak lain yang kita sebut sebagai ‘klien’. Ada beberapa cara untuk mendapatkan kepercayaan namun yang selalu saya gunakan adalah dengan mengaplikasikan apa yang disebut Tom Peters sebagai ‘strategic listening’ atau bahasa gaulnya ‘mendengarkan secara aktif. Artinya begini, kita tak mendengarkan asal mendengarkan seorang klien bicara namun juga mengingat apa yang diucapkannya (dengan mencatat) dan kadang melakukan pengulangan. Hal ini sering saya jumpai sangat bermakna bagi klien karena ucapan dan pemikiran dia kita dengar dan catat dengan baik. Tujuan akhirnya adalah untuk memahami sepenuhnya apa kebutuhan klien. Bagaimana kepercayaan bisa terbangun bila kita tak memahami kebutuhan klien kita?
Ketrampilan kedua yang harus dimiliki adalah memberikan nasehat secara efektif. Yang dimaksud di sini adalah kepiawaian kita membidik dengan benar kebutuhan klien dan upaya kita dalam memberikan masukan-masukan terkait kebutuhannya. Berdasarkan pengalaman, saya sering tak memiliki ide langsung tentang bagaimana memenuhi kebutuhan klien. Andaikan ada, itu hanya 10 persen saja. Lantas, bagaimana klien bisa percaya bahwa kita sebagai advisor yang baik baginya? Jangan khawatir….klien Anda tak membutuhkan jawaban instan dari Anda. Bahkan Anda bisa angsung katakan “Wah pak ….berat juga tantangan yang dihadapi oleh Bapak. Saya sendiri belum bisa memberikan advis segera tentang hal ini. Mungkin kita perlu waktu untuk kita resapi bersama, mempertimbangkan semua faktor yang mungkin bisa terjadi. Bagaimana kalau kita bahas lagi dalam pertemuan selanjutnya?” Dengan melakukan teknik ini ada proses “cooling down” terhadap isu pokok yang sedang dihadapi dan klien sudah merasa senang si advisor mau mendengarkan penuturannya dan berkeinginan memikirkannya lebih lanjut. Baru pada pertemuan selanjutnya saya akan memberikan masukan terkait permasalahan yang ia hadapi di pekerjaannya. Itupun saya mulai dengan mengajukan pertanyaan mendasar mengenai apa yang ia sedang tuju dan apa yang telah ia lakukan. Memebrikan komentar terhadap apa yang ia lakukan merupakan hal yang ia tunggu, makanya inilah yang disebut dengan “giving advice effectively” – bagaimana memberikan masukan yang bermakna baginya. Orang akan merasa dihargai bila pemikirannya dibahas.
Ketrampilan ketiga adalah membangun hubungan karena dari sinilah peran seorang advisor ditentukan. Rumus sederhananya begini: bila kita bisa mendapatkan perpanjangan dari pekerjaan yang telah ada atau mendapatkan pekerjaan baru dari klien tersebut, berarti kita telah melakukan ketrampilan dasar yang diperlukan seorang advisor. Khusus dalam membangun hubunga saya cenderung melakukan dengan pendekatan profesional, sedapat mungkin memanfaatkan interaksi selama jam kerja kantor. Mengapa? Dari hubungan yang dibangun selama jam kantor kita telah membuat positioning yang bagus bagi diri kita bahwa kita advisor yang peduli terhadap permasalahan mendasar yang dihadapi klien kita. Saya bukan tipe orang yang membangun hubungan dari aspek di luar kantor, misalnya dengan bermain golf (karena memang saya tak bisa main golf dan belum merasa perlu). Hal pokok yang perlu saya sampaikan adalah bahwa saya ingin menghargai waktu klien saya terutama dalam alokasi waktu dengan keluarga. Sekali waktu saya membangun hubungan di luar jam kantor, misalnya duduk di kafe maupun karaoke. Namun hal ini jarang saya lakukan kecuali klien menghendaki.
Dengan modal tiga ketrampilan tersebut saya yakin seorang advisor maupun konsultan akan berhasil dalam karirnya. Tentu, dalam menjalankan tiga hal tersebut sang konsultan harus memiliki gairah yang besar untuk memperdalam ilmu terkait dengan bidangnya. Hal ini bisa diasah dengan banyak membaca buku, browsing internet maupun mengikuti pelatihan dan seminar. Dunia konsultan sangat menarik dan pasti Anda menikmatinya, seperti saya menikmati selama ini …sejak tahun 1994 ketika saya bergabung dengan Price Waterhouse Consulting. Pokoknya jadi konsultan itu TOP banget dah! Rugi kalau gak pernah jadi konsultan ….Bener!
Leave a comment